Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Alasan Mengapa Orang Malas



Malas atau istilah kekiniannya 'mager', malas gerak, sering melanda setiap orang. Pelaku sebenarnya mengetahui betul bahwa malas itu akan menghambat tujuan dari keinginannya terwujud. Sayangnya, rasa malas sudah merupakan pilihan bagi pelaku karena sudah berada dalam zona nyaman.

Bukan siapa-siapa, saya sendiri sering mengalami fase malas ini. Berasa pada zona nyaman sering terbuai dan otak berpikir bahwa apa yang sedang dikerjakan saat ini lebih mengasyikan dibandingkan dengan pekerjaan yang terbayang menumpuknya.

ALASAN MENGAPA ORANG MALAS


Rasa malas merupakan aktivitas psikologis seseorang dimana syaraf/otak kita merespon kenyamanan lebih penting daripada apa-apa yang dianggap penting dan seharusnya dilakukan. Hal ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh seorang motivator sekaligus penulis produktif best seller "RESEP CESPLENG MENULIS BUKU BESTSELLER", Edy Zaques. Beliau mengatakan bahwa rasa malas adalah keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu yang seharusnya atau sebaiknya dia lakukan. Masuk dalam keluarga besar rasa malas adalah menolak tugas, tidak disiplin, tidak tekun, rasa sungkan, suka menunda sesuatu, mengalihkan diri dari kewajiban, dll.

Sudah jelas bahwa malas merupakan perilaku negatif yang merugikan. Pasalnya, ini akan menghambat bahkan menghalangi produktivitas seseorang dalam bekerja. Kita semua pasti merasakan efek dari malas ini. Kegagalan yang kita alami salah satunya akibat dari rasa malas.
Namun tidak sedikit kegagalan itu karena faktor keberuntungan. Akan tetapi, faktor keberuntungan dengan faktor kemalasan akan memberikan efek 'kaduhung'/menyesal yang berbeda. Jika karena keberuntungan, maka orang tersebut akan menerimanya karena faktor yang disebabkan di luar darinya. Jika karena kemalasan ini akan menghukum diri secara psikologis mengapa seharusnya kita tidak boleh malas.

Nah, untuk mengetahui alasan lebih lanjut mengapa seseorang berperilaku malas, berikut saya rangkum beberapa alasannya.

1. Faktor Kecerdasan Afektif yang salah

Setiap orang memiliki tiga kecerdasan utama dalam dirinya. Yaitu kecerdasan kognitif, afektif, dan psikomotor. Afek kognitif berkaitan dengan kecerdasan berpikir seseorang. Afektif berkaitan dengan pengolahan perasaan seseorang. Sedangkan psikomotor berkaitan dengan keterampilan seseorang.

Hubungan rasa malas dengan kecerdasan afektif adalah karena faktor rasa nyaman yang menghinggapinya. Sebagaimana yang saya sebutkan tadi, perasaan nyaman pada sikap malas ini lebih mengalahkan kecerdasan bernalarnya dalam mempertimbangkan efek negatif dari malas. Si pemalas akan lebih memilih kenyamanan dengan sikap malasnya dibanding dengan pikirannya bahwa malas itu memiliki dampak negatif di kemudian hari.

Perlu diketahui bahwa dalam ranah afektif terdapat beberapa aspek yang melingkupinya. Yaitu:

a. Receiveing (penerimaan)
b. Responding (Respon)
c. Valuing (penilaian)
d. Organization (pengorganisasian)
e. Characterization (karakter)

Kelima aspek tersebut dapat dipersingkat dengan 3 aspek yaitu minat, sikap, dan nilai.

Penjelasannya seperti ini:

Ketika seseorang dalam fase malas akan menerima 'kenyamanan' untuk tidak melakukan apapun. Kenyamanan ini ia terima sebagai perasaan yang menyenangkan (zona nyaman) dalam perasaan. Penerimaan (Recieving) ini menimbulkan penyadaran (awareness) yang salah dimana akan perilaku atau sikap kita merespon (responding) untuk menolak nalar (pikiran) bahwa malas itu sebenarnya akan merugikan dirinya.

Setelah merespon kenyamanan yang salah tersebut, pelaku akan menilai dengan segudang alasan bahwa pekerjaan yang seharusnya dilakukan itu akan memiliki toleransi. Maksudnya, ia akan mampu beralasan bahwa pekerjaan yang seharusnya dilakukan saat ini dapat dikerjakan nanti. Penilaian ini justru akan menimbulkan kekacauan dalam kerangka berpikirnya kelak. Setelah Pengorganisasian (organization) perasaan ketika ia melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan jauh-jauh hari dengan pekerjaan saat itu juga. Pelaku akan merasa terpaksa untuk melakukannya padahal itu merupakan sesuatu yang semesti dilakukannya.

Belum lagi ketika pelaku kemalasan telah mengalami ambang batas kesadarannya. Ketika kegagalan itu ia alami sebagai suatu konsekuensi dari penerimaan zona nyaman. Hal itu akan menimbulkan karakter negatif yang terus terbentuk pada diri seseorang.

2. Faktor biologis

Banyak yang tidak menyadari bahwa faktor biologis juga mempengaruhi seseorang mengalami rasa malas. Kelelahan, banyak mengkonsumsi makanan, serta sistem syaraf (otak) yang meliputinya pun turut menjadi faktor ini.

Kelelahan mungkin bisa diterima ketika seseorang merasa malas untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan. Kondisi dimana sesorang tidak memiliki tenaga dan merasa lemas untuk beraktifitas akan menimbulkan rasa malas. Sayangnya, rasa malas itu merupakan suatu tindakan negatif dimana kondisi dalam keadaan sehat atau tidak menglami gangguan apapun. Sehingga, faktor kelelahan tersebut masih belum bisa dikategorikan sebagai alasan utama rasa malas.

Kemudian kondisi dimana seseorang merasa kekenyangan. Dimana sikap malas akibat rasa malas ini membuat kondisi tubuh merasa perlu untuk mengistirahatkan sebagaian tubuhnya untuk membiarkan tubuh memproses makanan menjadi sumber tenaga. Dan ini masih bisa tertolerir sebagai suatu yang bukan alasan khusus yang menimbulkan kemalasan.

Alasan mengapa saya memasukan sebagai alasan mengapa faktor biologis sebagai alasan kemalasan seseorang adalah karena faktor pencegahannya. Kita harus bisa mencegah tubuh kita agar malas sekaligus menghindari makanan berlebih agar tidak terjangkiti rasa malas.

Dalam kitab Ta'lim Muta'alim, ada panduan dimana makanan berlebih memang menjadi faktor utama sebagai kemalasan dalam beribadah. Beberapa kitab kuning menyebutkan bahwa kekenyangan akan membuat orang malas untuk beribadah. Di sinilah alasan ini dibuat karena faktor biologis juga mempengaruhi sikap malas itu sendiri.

Belum lagi, beberapa penilaian menyebutkan bahwa kemalasan seseorang dapat terdeteksi oleh peneliti di bidang kedokteran. Melalui alat MRI (Magnetic Resonance Imaging). Para peneliti telah melakukan pemindaian dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk meneliti motivasi dan rasa malas. Hasil scan menunjukkan bahwa ketika orang memutuskan untuk melakukan sesuatu, korteks pra-motor pada otaknya cenderung menyala sesaat sebelum titik lain di otak yang mengendalikan gerakan menjadi aktif.


MRI SCAN OTAK ORANG MALAS


Namun pada orang yang malas, korteks pra-motor ini justru tidak menyala karena koneksinya terputus. Peneliti menduga bahwa koneksi otak yang menghubungkan “keputusan untuk melakukan sesuatu” menjadi tindakan nyata menjadi kurang efektif pada orang yang malas. Akibatnya, otak mereka harus melakukan upaya yang lebih keras untuk mengubah keputusan yang diambil otak menjadi tindakan aksi yang nyata.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal Cerebral Cortex pada tahun 2012 menemukan bahwa tingkat dopamin di otak juga dapat berdampak pada motivasi seseorang dalam melakukan sesuatu. Tingkat dopamin akan memberikan dampak yang berbeda di berbagai area otak. Peneliti menemukan bahwa para pekerja keras memiliki dopamin paling banyak di dua area otak yang memainkan peran penting dalam penghargaan dan motivasi; namun memiliki tingkat dopamin yang rendah di insula anterior, wilayah yang terkait dengan penurunan motivasi dan persepsi. (sumber: https://www.msn.com/id-id/gayahidup/hidup-pintar/rasa-malas-ternyata-disebabkan-gangguan-di-otak-bagaimana-mengatasinya/ar-AApB4qA)

Jadi jelaslah faktor biologis juga dapat mempengaruhi kemalasan seseorang

3. Kecerdasan spritual seseorang (Lemah iman atau dalam keadaan futur)

Selain pengklasifikasian ketiga kecerdasan di atas, kecerdasan juga dapat dikelompokkan menjadi tiga yaiut IQ (Intelectual Quostiont), EQ (Emotional Quotiont), dan SQ (Spiritual Quotiont). Ketiga kecerdasan di sini yang akan saya bahas adalah SQ.


TIGA TINGKATAN KECERDASAN


Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, Kecerdasan Spiritual sesuatu yang kita akai untuk mengembangkan kemampuan dan kerinduan kita akan makna, visi, dan nilai. Kecerdasan ini memungkinkan kita untuk bermimpi dan berjuang. Dia mendasari hal-hal yang kita percayai dan peran yang dimainkan oleh kepercayaan maupun nilai-nilai dalam tindakan yang kita ambil.

Kecerdasan sosial berkaitan dengan keyakinan. Orang malas memiliki tingkat keimanan yang rendah dimana ia akan melalaikan kewajiban sebagai perangkat keimanan. Agama mengatur umatnya untuk selalu berbuat baik bagi kehidupannya. Dengan meyakini dan mengimani segala perintah dan laranganNya maka segala sifat malas berusaha akan selalu dihindarinya.

Orang malas sering tidak mengetahui makna hidupnya. Sebab yang ia lakukan belum memiliki arti apa-apapun bagi kehidupannya.

Ada kisah menarik ketika Einstein ditanya, pertanyaan apa yang akan ia ajukan kepada Tuhan bila dia dapat bertanya. Einstein menjawab, "Bagaimana awal mula jagad raya ini? Karena segala sesuatu sesudahnya hanya masalah Matematika." Tetapi, setelah berpikir sesaat. Einstein mengubah pikirannya lalu bilang, "Bukan itu. Saya yang akan bertanya, 'Kenapa dunia ini diciptakan?' Karena dengan demikian saya akan mengetahui makna hidup saya sendiri."

Bayangkan, seorang Einstein yang memiliki IQ tinggi saja masih memikirkan makna hidupnya.

Sebenarnya masih banyak faktor-faktor yang membuat malas seseorang. Namun, apapun alasan faktornya kemalasan tetaplah sikap atau perilaku negatif yang tidak boleh tertolerir.



Syahandrian Eda
Syahandrian Eda Seorang pelajar yang tak berhenti untuk belajar

1 comment for "Alasan Mengapa Orang Malas "