Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Merintis Peluang Usaha Lain Seorang Guru PNS


Berpikir untuk merintis usaha lain padahal sudah menjadi pegawai negeri tidak sekadar untuk menambah penghasilan lebih. Tidak pula mengesampingkan pekerjaan dan tanggung jawab sebagai abdi negara yang dibayar dari uang rakyat. Tidak. Merintis usaha lain barangkali merupakan wujud ikhtiar seseorang memanfaatkan peluang usaha yang ada di depan mata. Menjadikannya lebih bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Seorang PNS memiliki jam kerja yang ditetapkan oleh peraturan. Seluruh waktunya didedikasikan untuk melayani masyarakat. Merintis usaha lain di luar tugas dan tanggung jawabnya sudah pasti membutuhkan orang lain sebagai pelaku operasi usaha. Sehingga jenis usaha yang dirintis sebenarnya membantu orang lain menambah pendapatannya.

Orang lain di sini bukanlah orang yang jauh dari kehidupan seorang PNS. Bisa jadi orang lain di sini adalah istri sang PNS. Selain mampu dikendalikan dan mudah dikontrol, istri juga merupakan kepala operasional suatu usaha yang dijalankan bersama.

Jenis usaha yang dikerjakan bersama sang istri lebih kepada jenis usaha niaga dan jenis usaha riil lainnya. Usaha tersebut memerlukan kerja sama dalam menjalankan usahanya. Berbagi peran dan tugas harus diimbangi dengan peran dan tugas tanggung jawab sebagai suami dan istri.
Usaha lain yang mungkin dapat dikerjakan oleh seorang PNS, misalnya guru, adalah berkarya. Seorang guru berkarya dalam tugasnya mampu mendongkrak jabatan juga pendapatan. Karya sang guru tidak akan terlepas dari kajian akademik untuk dipublikasikan kepada kalangannya. Akan tetapi jangan mengharapkan penghasilan lebih dari jenis usaha lainnya. Berkarya bagi seorang guru bukan tujuan utama dari usahanya.

Tujuan utama guru adalah mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan. Karya-karyanya pasti bermuatan tentang ilmu pemahaman. Cerpen, novel, esai, kolumnis adalah beberapa contoh karya seorang guru yang dapat menjadikannya sumber penghasilan tambahan.

Namun jangan terjebak pada stigma bahwa dengan berkarya tersebut menghasilkan pendapatan di luar gaji saja. Ada konsekuensi yang harus didapati. Berkarya semacam itu seperti membuka ruang pro-kontra meskipun materi karyanya bukan sesuatu yang kontroversial.

Hasil olah pikir bagi seorang yang berkarya di bidang tulis menulis tidak akan sepi dari kritik dan perang argumentasi. Karya yang dihasilkan bisa terjebak pada plagiatisme dan egosentris kepentingan tertentu. Sayangnya berkarya dengan posisi aman tidak akan mendongkrak pendapatan. Karena karya yang biasa-biasa saja hanya memberikan kontribusi yang sedikit terhadap apa yang dituliskan.
Bagi saya, dunia kepenulisan bukan dunia yang baru. Dulu pernah ada riwayat saya pernah masuk di dalamnya. Sebagai pemula, saat itu menghasilkan karya yang terpublikasikan memiliki kebanggaan sendiri. Sayangnya, saya malah terjebak pada idealisme semu. Saya ingin berkarya setara dengan cerpenis Kompas. Saya ingin berkarya selevel novelis berkelas. Karya-karya saya harus memuat materi yang bukan picisan. Sampai akhirnya saya tak mampu mewujudkan semua itu. Terkungkung pada idealisme jahanam yang tak mampu berkarya setaraf apapun juga.

Menulis dengan kemampuan terbatas, bermimpi memosisikan diri tak sesuai kadarnya, adalah salah satu beban mengapa saya tak pernah berhasil menyelesaikan satu saja karya yang layak dibacaa khalayak. Tidak ada usaha gemih untuk mewujudkannya, tidak ada upaya diri untuk mengasah kemampuan mengungkapkan pikiran, tak ada latihan mengolah kebiasaan dan watak kepenulisan adalah beberapa alasan mengapa saya sulit mewujudkan diri sebagai penuang pikiran.

Saat ini, malah keinginan menulis mengapa sering mendegup jantung? Mungkin alasannya ada pada keinginan mencari penghasilan tambahan dengan mengukur kemampuan yang ada dalam diri. Sebab kemampuan merintis usaha yang lain tak terbaca pengalamannya. Juga, menulis bukan satu-satunya usaha berpenghasilan besar dan tak menyerap orang lain untuk terlibat.

Usaha yang ada di depan mata saat ini yang ada di depan mata adalah hasil kreasi istri. Karya-karyanya semacam kreasi rumah tangga: bros, tas tali kur, jelly art, dan berbagai kreasi kerajinan tangan lainnya. Saya sadar butuh manajemen pemasaran untuk menjadikannya peluang usaha. Meski saya terjebak oleh kewajiban sebagai abdi masyarakat, bukan berarti saya sepenuhnya melayani mereka. Istri saya pun butuh pelayanan dan dukungan agar menjadi peluang usaha keluarga.

Bentuk bantuan perdana yang mungkin dapat saya berikan kepada istri saya adalah mendukung sepenuhnya. Segala kebutuhan dan fasilitas sesegera mungkin harus ada. Saya tidak mesti memosisikan sebagai partner bisnis semata. Tetapi posisi saya adalah teman sekaligus konsultan usaha.

Selanjutnya, peran ganda masing-masing saya dan istri dalam dunia usaha harus dipegang teguh. Peran istri sebagai ibu rumah tangga adalah hal mutlak yang tidak bisa diganggu gugat. Begitupun peran saya sebagai kepala keluarga, tugas mencari penghasilan pokok pun jangan sampai terganggu. Di sinilah jiwa bisnis dan keluarga tumbuh beriringan dan saling menguatkan. Bukan saling menggugurkan salah satunya. Kesadaran akan itu semua adalah modal utama demi kesuksesan dan kelancaran usaha.

Akan ada banyak tantangan dan cobaan suatu usaha itu berjaya atau tidak. Peran saya sebagai suami sekaligus partner kerja memengaruhi psikologis keluarga. Yang mesti diingatkan adalah usaha lainnya itu bukanlah suatu usaha pokok sebagai alat pendapatan penghidupan.

Usaha istri ini adalah usaha yang dalam dunia akademis bisa dibilang praktek kerja nyatanya suami istri. Menjajal dunia lain yang belum dimasukinya lalu mengambil hikmah dari setiap proses bisa dikategorikan proses pendidikan kehidupan yang nyata. Nilai poin dari itu semua terletak pada bagaimana peran saya dan istri dalan menjalani kehidupannya sebagai pasangan yang menjalani penghidupan.



Syahandrian Eda
Syahandrian Eda Seorang pelajar yang tak berhenti untuk belajar

Post a Comment for "Merintis Peluang Usaha Lain Seorang Guru PNS"