Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Akbar Al Gipari, Pelajaran dari Kisah Pemulung yang Viral Karena Qiroah Al Quran di Sela waktu Senggang

Ah, mungkin saya baru menonton kisah ini beberapa waktu lalu. Meski video ini telah viral beberapa minggu yang lalu, tapi tidak ada salahnya untuk mengambil kisah ini.

pelajaran dari kisah seorang pemulung yang viral


Ya, barang kali kisah ini bukan untuk menjadikan seperti Akbar. Mendapatkan berbagai macam rezeki, diangkat anak oleh Ulama Besar, dikenal, atau semacamnya.

Tapi ada satu yang menurut saya inti dari kisah ini.

Pertama, Saya merasa sangat malu sebagai seorang yang mengaku-ngaku menjadi orang islam. Menjalankan syariat dan rukun islam tak setangguh dan seistiqomah Akbar.

Betapa tidak. Dia tidak pernah meninggalkan Shalat. Lima waktu selalu ia jalankan.

Dari kisah ini, diceritakan bahwa dia memulung barang bekas untuk dijual kembali. Hebatnya, hasil memulungnya tidak dia makan sendiri. Kadang bersama orang lain.

Perjalannya tidak bisa disangka-sangka. Dia memulung tidak hanya satu kawasan itu-itu saja. Dia hanya berjalan kemana entah. Hingga dia sampai ke Bantul, balik lagi ke Jakarta.

Bahkan perjalanan dari Bantul ke Jakarta ini, dikisahkan, dia hanya berjalan kaki selama empat minggu. Dia menuju Jakarta sambil memulung, di setiap menemukan waktu shalat, dia harus menemukan Masjid. Bermalam di masjid.

Usianya yang masih 16 tahun, menambah kekaguman sendiri. Di usia segitu, dia sudah menjadi musafir. Tak terbayang jika kita, atau saya sendiri, di usia segitu, mungkin ketakutan, kekhawatiran, dan rasa yang tidak menentu karena bepergian seorang diri, belajar mandiri, dia mampu melakukannya dengan berbekal Al Quran.

Ya, tekadnya kuat untuk terus memegang Al Quran sebagai petunjuk jalannya. Kita semestinya lebih dari apa yang dilakukan oleh Akbar. Kita semestinya mampu membaca Al Quran selagi senggang.

Kita tidak seperti Akbar, yang mungkin ketika lapar kita masih bisa membeli makanan. Akbar hanya menjemput rezeki dari hasil memulungnya untuk menyambung hidup. Ketika tidak ada makanan, tidak mempunyai uang, Akbar hanya membaca Al Quran sampai dia benar-benar kenyang.

Sementara kita, rasa enggan masih terlalu merajai diri. Memahkotai kesombongan dengan singgasana kemalasan yang megah, dan merasa tidak berdosa di istana kemalasan. Padahal, tidak ada alasan apapun yang menghalangi untuk membaca Al Quran.

Kedua, Ketika kita menonton video ini serasa kita ingin seperti Akbar. Barangkali. Ada yang menganggap membaca Al Quran lalu beranggapan kelak akan diangkat jadi anak ulama, atau kelak mendapatkan pelaku viral seperti Akbar supaya terkenal. Tidak!

Bukan itu pelajaran yang mesti kita ambil. Semestinya, Al Quran memang adalah pedoman hidup setiap muslim yang beriman. Allah meninggikan setiap hambaNya dengan cara yang tak terduga-duga. Mungkin dengan cara seperti ini Allah meninggikan derajat Akbar. Si Pemulung yang rajin membaca Al Quran di sela-sela waktu senggangnya.

Boleh jadi, ketika Anda -- mungkin -- terinspirasi oleh Akbar, dan pula turut mengikuti jejaknya. Keberkahan lain akan kita terima. Tentunya dengan jalan cerita yang berbeda.

Yang pasti. Allah tidak pernah mengingkari janjiNya. Siapapun yang mencintai Al Quran akan diangkat derajatnya. Tidak mesti menjadi sesosok muslim yang viral dan terkenal, tetapi menjadi orang yang tinggi derajatnya di sisi Allah hanyalah rahasia Allah bagi kita yang mau melakukan setiap amalan saleh.

Bagi saya, sosok ini seakan menampar saya dalam perilaku kehidupan saya sehari-hari. Saya bukan orang baik. Jauh lebih tidak baik, malah.

Kehidupan yang selalu melulu ini ini saja, gersang pada perasaan yang selalu merasa kesepian. Hampa. Tidak jelas kemana perjalanan hidup ini seakan menjadi suatu watak yang sulit untuk dihilangkan.

Saya tahu persis bahwa sebagai seorang yang beriman, Al Quran adalah satu-satunya pedoman hidup. Membacanya bukan sebatas kewajiban, melainkan kebutuhan. Kita tidak perlu menjadi sesosok Akbar untuk bisa dianggap telah ditinggikan derajat oleh Al Quran, sebab perjalanan hidup kita dan cara Allah meninggikan derajat hidup kita pasti dengan cara yang berbeda.

Hanya saja, ketika terinspirasi dengan Akbar, saya ingin menjadi seseorang yang lebih mengistiqomahkan diri. Melaju dalam kemasyukan menjadi bagian dari hamba-hamba Allah yang dicintai. Meski, saya malu untuk mengungkapnya, atau mungkin serasa musykil untuk diingini dan diraih. Tapi, meninggikan derajat Al Quran untuk kehidupan pribadi adalah sesuatu kenisibian hakiki. Tidak boleh tidak.

Adakalanya ketika saya dulu merasa bahwa pernah merasakan manisnya iman. Masyuk dalam keheningan bahwa apa yang dilihat benar-benar rahmat. Apa yang dirasa benar-benar dekat. Lalu segalanya lenyap ditelan kesombongan diri atas nama nikmat. Telah membuat diri terjerembab ke jurang nista yang amat sangat.

Ah, sudahlah ...., yang terpenting dari semua ini adalah apa yang kita lakukan. Apa yang kita mulai untuk menjadikan diri lebih baik. Setidaknya untuk diri sendiri. Di hadapan ilahi. Bukan di hadapan makhluk. Apalagi untuk memamerkan diri.

Syahandrian Eda
Syahandrian Eda Seorang pelajar yang tak berhenti untuk belajar

Post a Comment for "Akbar Al Gipari, Pelajaran dari Kisah Pemulung yang Viral Karena Qiroah Al Quran di Sela waktu Senggang"