Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menggapai Allah dengan Keikhlasan

Menggapai Allah dengan Keikhlasan


“… Sesungguhnya, orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S Al Hujurat[49]:13)

Menggapai Allah dengan Keikhlasan





Jika ada hal yang akrab di lisan manusia namun paling sulit meresap jiwa maka itu tak lain adalah keikhlasan. Banyak ungkapan, paparan, kisah, bahkan film, mengenal hal ini namun sangat sedikit yang benar-benar mengetahuinya dengan utuh. Keikhlasan memang hal yang melampaui kata-kata, melampaui sekian banyak teori dan logika manusia, Ia adalah fakta jiwa yang sangat tulus, sangat rahasia, dan karenanya sangat berharga.

Penggambaran keikhlasan, sejatinya, adalah pengembaraan hati. Jika ada sekian penjelasan mengenai keikhlasan, itu tak lain hanyalah semacam teori mngenai cara berenang di tengah laut. Tapi ilmu sebenarnya di dapat ketika orang itu melangkah maju, merasakan deburan ombak hingga benar-bnar brnang ke tengah lautan. Hanya keteguhan yang bisa membuat seseorang mukmin mampu menyelami keikhlasan sejauh batas kemanusiaannya, seperti seorang perenang yang menjelajahi lautan tak terhingga. Pada setiap penjelasan mengenai keikhlasan selalu menjadi permulaan, sementara pemaknaan sebenarnya terjadi saat paparan itu dikembalikan ke diri mukmin itu sendiri.

Menurut Harun Yahya, keikhlasan sejati membutuhkan ketundukkan dengan penyerahan total kepada Allah. Akan tetapi, ketundukan ini haruslah tidak bersyarat. Seseorang yang ridha kepada ketentuan Allah, tetapi hanya bersyukur dan bersyukur dan berserah diri kepada Allah dalam kondisi tertentu saja, tidak dapat dikatakan berserah diri jika jiwanya tak lagi bersyukur bila mendapati kondisi yang lain.

Sebagai contoh, orang yang memiliki hubungan bisnis yang baik dan mendapatkan sejumlah uang, ia seringkali mengatakan bahwa Allahlah yang mengizinkan kondisi kekayaan dan keberuntungannya. Tetapi saat segalanya memburuk, Ia tiba-tiba berbalik dan melupakan kepatuhannya kepada Allah. Sifatnya tiba-tiba berubah dan ia mulai mengeluh terus menerus dan mengatakan bahwa ia adalah orang yang baik, bahwa ia tidak seharusnya mendapatkan musibah, dan ia tidak mengerti sama sekali mengapa segalanya terjadi demikian buruk.

Ia bahkan melewati batas dan mulai menyalahkan Allah dengan melupakan bahwa takdir selalu berjalan sesuai dengan apa yang terbaik. Ia mungkin saja bertanya-tanya pada dirinya seputar pertanyaan yang tidak ada hubungannya, misalnya mengapa segala sesuatunya berjalan seperti ini? Mengapa semua ini terjadi pada saya? Maka saat itulah ia tidak lagi ikhlas bertuhan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena kebertuhannya bergantung pada kondisi diri dan kehidupannya.

Keikhlasan sebagai karakter orang-orang beriman yang tulus senantiasa bersandar pada cahaya suci Al Quran. Dalam bersandar itu, dia juga harus waspada bahwa ia dapat merusak keikhlasannya dengan perbuatan-perbuatan yang dilakukan di luar kebiasaan atau bentuk-bentuk tingkah laku yang didapat dari komunitas di sekitarnya. Karena itulah, secara berkala, ia harus memeriksa niatnya dan membisikan setiap kata, melakukan setiap tindakan murni hanya untuk Allah. Ia juga tidak boleh melupakan bahwa tingkatan moralitas ini tidak sulit untuk dijalankan, tetapi sebaliknya mudah jika hati benar-benar sudah diteguhkan.

Kesucian, kejujuran, dan berpaling kepada Allah dalam sikap yang bersih dan murni, adalah sifat-sifat yang biasa didapat tanpa usaha yang besar. Tuhan kita yang telah memfasilitasi setiap langkah, bahkan telah membantu kita dengan para nabi-Nya dan mukmin yang saleh. Ia telah menunjukkan cara untuk mendapatkan keikhlasan di dalam ayat-ayatNya.

Keikhlasan adalah salah satu karakter terpenting yang harus dimiliki seseorang untuk mengabdi kepada Allah sesempurna mungkin. Seperti perintahNya dalam Al Quran dalam ayat berikut:

“Sesungguhnya, kami memerintahkan kepadamu Kitab Al  Quran dengan membawa kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih. Dan orang-orang yang mengambil perlindungan selain Allah berkata, ‘kami tidak menyembah mereka melainkan supaaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya’. Sesungguhnya Allah memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan padanya. Sesungguhnya, Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (Q.S Az Zumar [39]:2 – 3)

Syahandrian Eda
Syahandrian Eda Seorang pelajar yang tak berhenti untuk belajar

Post a Comment for "Menggapai Allah dengan Keikhlasan"