Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Seriuslah ...

     Lawas menyebrangi kata-kata yang ada di kepala, rupanya membutuhkan energi luar biasa untuk menuangkannya di lembar-lembar kertas yang tak bernyawa. Aku dan segala tetek bengek kemaharinku, seolah tak ubahnya pemulung yang ingin menghidupi kertas-kertas ini bernyawa. Sanggup menangis ketika kutoreh kata-kata belati yang menyobek hati. Sanggup terbelalak dalam kekeh yang terpingkal-pingkal saat aku memintal kata-kata jahil. Nyatanya, aku tak sanggup memahat kata-kata nasihat sedikitpun untuk bisa mencatat kehidupanku sendiri yang laknat.
   Berkat apa aku terjun menyambangi dunia literasi. Mengumumkan daya imaji cetek yang sangat digemari. Bukan untuk mengumpulkan ibu jari atau kata pepuji, saat itu aku sendiri mencari arti apa yang sebenarnya aku ingin kaji. Saat itu, aku membaca tulisan sahabatku menasihati: MENULISLAH DENGAN HATI.
    Lalu, kurenungi saja sebait kalimat itu. Menyelaminya dalam-dalam di lautan kata yang penuh rahasia. Hati adalah rahasia, bukan. Makanya aku dan beberapa pemikiranku sering bertabrakan untuk mengartikan sebenarnya. Makna itu, seperti menggodok diri untuk menyucikan hati yang berkalang karat penuh dengki pada bakat literasi. Tentunya, pikiran ini salah besar. Bagai guntur besar yang memekakkan telinga aji. Bahwa tulisan itu kadang memiliki nyawa yang diperanak otak-otak yang berselingkuh di kepala.
   Aku dan beberapa pemikiranku kadang saling mencaci maki. Satu sisi aku ingin mengumpulkan sederetan kalimat yang ingin dipahami, deretan lain malah menggunjing sinis sekokoh apa tulisanku itu mengundang simpati. Buruk sekali sangkaan itu. Namun, aku harus mengakui itulah kekuranganku.
   Seriuslah, sebuah kata perintah yang menyerang impuls sarafku untuk bertengger kokoh di ranting getas. Menyengkramnya agar tidak berpijak pada malas. Seiring waktu, tulisan itu kadang membuat bau anyir jika tak menjamahi pikiran dengan kerinduan hati yang nisbi. Lalu, makna itu semestinya menggapai batang yang lebih kokoh agar sanggup bersiul menyanyikan kidung. Layaknya pipit yang suka sekali berpaling dari serentetan batang pohon. Maka inilah imajinasiku yang sering buyar. Berkelebat hilang, terbang tak pernah kembali lagi bertandang.
  
Syahandrian Eda
Syahandrian Eda Seorang pelajar yang tak berhenti untuk belajar

2 comments for "Seriuslah ..."

  1. Gila ...
    berat bener kata kata nya
    membuat ku mengkerutkan dari dan mengkaji nya dalam dalam ...

    tp renyah untuk di cerna
    bikin ngiri hahahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ah, tidak juga Kawan ... Kalimatku sederhana, yang rumit hanya pikiranku saja yang kadang sulit untuk dicerna oleh diriku sendiri

      Delete