Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Konsepsi Haulah

Hidup memang tidak mesti melulu pada sesuatu yang monoton. Improvisasi tindakan selalu melawan rencana yang sudah dirancang. Kadang sering membentur pembatas arah laju dan terburu-buru menilai bahwa semuanya telah jauh dari apa-apa yang sudah ditetapkan. Namun, bila kita mau sadar, sebenarnya segala sesuatu yang kita lakukan hanya sebatas melulu itu-itu saja. Stagnan dan berporos satu.

Para pemikir mungkin banyak menginovasi solusi-solusi perubahan. Menyarankan teknik menuju perkembangan hidup yang lebih baik. Teori banyak memenuhi rak-rak buku bacaan. Bahkan ada yang sering melampirkan bukti-bukti sebagai penguatan teori mereka. Namun, harapan untuk membuat segalanya berubah tidak akan memberikan efek apapun bila dari dalam dirinya tidak menginginkan untuk berubah.

Kita semua sadar, kita adalah manusia yang notabennya mahluk tercerdas di muka bumi ini. Berbeda dengan mahluk lainnya, manusia tidak hanya dilengkapi intuisi dan akal saja, tetapi manusia juga dibekali kemampuan berpikir yang selalu dijaga nuraninya. Manusia pemikir selalu memikirkan apa-apa yang menurutnya asyik dan nyaman untuk dilaksanakan.  Keasyikan tersebut pun masih belum mutlak untuk dikatakan baik. Ada segelintir orang yang selalu menganggap perbuatan baik menurut mereka sendiri.  Lalu dengan seenak hati dan tidak perduli mereka memperkosa hak oran g lain. Tindak memaksakan dogma dan pahamnya, merasa paling benar karena dalih sahihnya, dan ragam tipe-tipe orang sejenisnya.  Manusia seperti ini lupa hakikatnya sebagai manusia yang tergolong sebagai mahluk berkelompok, sosial, dan tidak mutlak memegang teguh sikap individualisme terlalu jauh. Maka, bila begini jadinya, nurani yang dimiliki manusia inilah yang menjadi pembatas dari cara berpikirnya manusia terhadap buah pemikirannya.

Kita semua tahu bahwa pemikiran sering memberi kata perintah pada tindakan. Tubuh melakukan apapun yang otak pikirkan. Meski ada tindakan reflek dalam menyikapi setiap respon, tapi manusia yang memiliki nurani yang mantap akan selalu menimbang segalanya dari berbagai sisi.

Aku sering memikirkan segala tindakan manusia. Manusia bisa melakukan apa saja sesuai keinginannya. Mereka menginginkan apapun kalau sudah terencana mereka akan berikhtiar melakukan apapun yang menjadi syarat terwujudnya keinginan itu. Berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkannya mungkin sesuatu yang baik. Sebagai proses menuju cita-cita, mungkin semuanya baik. Akan tetapi tolok ukur seseorang untuk dsebut sebagai orang berhasil tidak sampai di situ. Banyak lagi penilaian yang mesti diukur.

Tidak sedikit orang yang sudah mendapatkan cita-citanya sering bersentuhan dengan kekufuran. Banyak mengeluh dan tidak pernah bersyukur. Padahal segala cita-citanya sudah ada. Mungkin sudah menjadi watak umum manusia. Bila satu cita-cita sudah terwujud menginginkan cita-cita yang lain. Menginginkan lebih dari apa yang sudah mereka raih. Sayangnya tidak ada cita-cita yang dapat memenuhi dan mencukupi semuanya. Karakter tersebut hanya dimiliki orang yang selalu berambisi terwujudnya cita-cita.

Aku sering berpendapat dari sebab orang  macam tersebut di atas. Aku menilai orang yang seperti itu belum memenuhi konsepsi pengertian dari ikhtiarnya. Mereka sudah melakukan apapun, kadang pula doa dan ikhtiar dalam bentuk ibadah vertikal tidak pernah ditinggal.  Sayangnya masih ada yang belum distandarkan. Ukuran untuk menikmati yang mereka inginkan tidak bersandar dari rasa sykur terhadap anugerah Allah. Mereka bahkan tahu dan memahami segela sesuatunya itu sebagai takdir sang ilahi. Segala cita-cita terwujud karena pengabulan doa yang meraka panjatkan silih malam berganti. Mereka hanya menginginkan cita-cita sebagai tujuan akhir.

Aku sering manishati diriku sendiri bila aku menginginkan cita-cita. Apakah cita-cita tersebut mampu membuat kita terus istiqomah untuk terus ibadah. Meski dalam kacamata syukur tetap melarung, kalau landasan peningkatan kualitas keimanan akan membawa segalanya jadi lebih kokoh, itu pilihan yang jauh lebih baik untuk dipilih. Meski kadang, jawaban untuk atas hasil cita-cita itu tidak sesuai dengan yang  diharapkan.
Syahandrian Eda
Syahandrian Eda Seorang pelajar yang tak berhenti untuk belajar

Post a Comment for "Konsepsi Haulah"